Pengelola sekaligus pengembang Kawasan Industri Pulogadung, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) buka suara soal penggusuran warga komunitas Rawa Sumur. Corporate Secretary PT JIEP, Purwati, mengatakan penggusuran dilakukan karena hutan kota Kawasan Industri Pulogadung itu dijadikan lokasi usaha tidak berizin oleh beberapa oknum.
“Untuk itu dalam rangka upaya normalisasi terhadap usaha-usaha ilegal yang tidak sesuai peruntukkan dan berdiri di atas tanah milik negara maka proses eksekusi untuk pengembalian fungsi Hutan Kota pun kami laksanakan dengan menggandeng instansi TNI, Polri, serta Pemerintah Kota,” kata kata Purwati dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 Juni 2022.
Menurut Purwati, PT JIEP secara berkala terus melakukan berbagai upaya pengamanan aset di kawasannya. Pengamanan aset dilakukan dengan dua aspek, yaitu legalitas aset dengan program sertifikasi dan pengembalian fungsi lahan terhadap bangunan dan lapak ilegal yang berdiri di atas tanah bersertifikat milik JIEP serta hutan kota di kawasannya.
Pada Kamis, 9 Juni 2022, jajaran manajemen JIEP bersama unsur TNI, Polri, dan Pemerintah Kota melaksanakan pengembalian fungsi hutan kota Kawasan Industri Pulogadung terhadap bangunan, lapak, hingga pedagang kaki lima ilegal. Mereka semua berada di Jalan Rawa Sumur, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1b/3/2/35/1969, lahan seluas kurang lebih 500 hektare di Kawasan Industri Pulogadung itu berada di bawah pengelolaan PT JIEP. Sehingga sudah menjadi komitmen dari manajemen PT JIEP untuk menjaga aset serta lahan milik negara, termasuk hutan kota di dalamnya.
“Untuk itu JIEP diwajibkan melakukan pengamanan atas lahan-lahan yang dikuasainya agar terciptanya iklim investasi di DKI Jakarta yang kondusif,” ujar Purwati.
Upaya persuasif dari PT JIEP
Purwati mengklaim, sebelum melakukan eksekusi pengembalian fungsi Hutan Kota Kawasan Industri Pulogadung, manajemen PT JIEP telah melakukan berbagai upaya persuasif agar seluruh pelaku usaha tidak berizin dapat meninggalkan hutan kota. Adapun langkah-langkah tersebut mulai dari pemasangan spanduk imbauan, sosialisasi kepada setiap penghuni, hingga somasi satu dan dua.
“Namun, karena langkah tersebut tidak digubris oleh para penghuni maka dari itu manajemen mengambil langkah tegas dengan melaksanakan normalisasi terhadap hutan kota,” tutur dia.
Sebagai perusahaan yang sahamnya 100 persen milik negara, Purwati berujar, PT JIEP taat serta tunduk atas segala putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri. Oleh karena itulah sebagaimana putusan PN Jakarta Timur Nomor 257 Tahun 2016 tentang Merehabilitasi, Memulihkan, Mengembalikan fungsi hutan kota Kawasan Industri Pulogadung sebagaimana dimaksud pada SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 870/2004.
“Maka seluruh lahan hijau atau dalam hal ini Hutan Kota yang berada di Kawasan Industri Pulogadung harus dikembalikan fungsinya sebagaimana mestinya,” ujar Purwati.
Purwati juga melanjutkan bahwa saat ini di lokasi Hutan Kota tengah di normalisasi oleh PT JIEP, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang melawan hukum seperti prostitusi, dan pembuangan limbah beracun. “Hingga berbagai macam kegiatan usaha yang tidak berizin dan beroperasi di lahan hijau Kawasan Industri Pulogadung.”
Sebagai informasi, PT JIEP memiliki hutan kota seluas 8,9 Hektare yang terletak di Rawasumur Pulogadung, Jakarta Timur. Dari total jumlah tersebut, 3,81 Hektar diantaranya dialihfungsikan sebagai pemukiman warga, lokalisasi, hingga tempat usaha yang tidak sesuai peruntukkan hutan kota dan merupakan kegiatan melanggar hukum.
“Parahnya lagi, karena Hutan Kota di Kawasan Industri Pulogadung tidak sepenuhnya berfungsi dengan baik karena diduduki oleh penduduk ilegal, hampir di setiap musim penghujan beberapa titik di Kawasan Industri Pulogadung banjir,” tutur Purwati.
Kronologi yang dijelaskan LBH GP Ansor
Perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor (LBH GP Ansor) DKI Jakarta, Fariz Rifki Hasbi, mengungkap kronologi penggusuran Warga Komunitas Bersatu Rawa Sumur di Kawasan Industri PT PT JIEP. Menurutnya kejadian itu bermula saat lokasi itu kebakaran dan dilakukan pembenahan lapak atau bangunan tersebut.
“Jadi itu lapaknya dan bangunannya memang semi permanen dan kebakaran pada 26 Februari 2022,” ujar dia kepada Tempo pada Ahad, 19 Juni 2022.
Kemudian pembenahan dilakukan sekitar tanggal 20 Mei 2022 oleh warga pemilik lapak. Salah satu warga kemudian sempat didatangi oleh pihak PT JIEP dan melarang melakukan pemulihan atau perbaikan bangunannya. “Lalu dibongkar kembali oleh pihak PT JIEP, sekitar tanggal 22 Mei,” kata dia.
Menurut Fariz, kabar mengenai penggusuran dan pembongkaran paksa itu sudah terdengar sejak 20 Mei 2022. Kemudian saat petugas dari PT JIEP datang untuk melakukan pembongkaran, menanyakan surat tugas dari perusahaan, tapi tidak ada. Kemudian PT JIEP menarik mundur para petugasnya.
Pada 9 Juni 2022 petugas dari PT JIEP datang kembali dengan membawa surat tugas. Saat itu, kata dia, yang datang ada satpam perusahaan, ada juga orang yang dilupakan anggota TNI berseragam garnisun, serta pengacara PT JIEP bernama Zainul Alim. Mereka datang berdasarkan surat kuasa dari Direktur Utama PT JIEP Landi M Pangaweang.
Mereka berdalih bahwa hanya menjalankan isi pengadilan, karena pada tahun 2015 mereka digugat oleh LSM yang bermana AMPUH. Dalam gugatan tersebut PT JIEP menang, dan pengadilan memerintahkan untuk mengeksekusi lahan itu.
Namun, Fariz mengatakan bahwa untuk penggusuran atau eksekusi lahan itu tetap harus memperhatikan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di Pasal 53 Ayat 3. “Jadi eksekusi putusan itu harus memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan, nah ini enggak ada. Mereka memang terdahulu tapi enggak ada solusi, enggak ada relokasi dan ganti rugi,” tutur dia.
Reporter: Moh. Khory Alfarizi
Editor: Clara Maria Tjandra Dewi H.
Sumber: https://metro.tempo.co/read/1604014/penggusuran-di-kawasan-industri-pulogadung-pt-jiep-warga-digusur-karena-tak-berizin?page_num=2