27 Oktober 2025
Sumber: https://investor.id/opinion/316937/kepemimpinan-masa-depan-dan-energi-terbarukan

Pemerintah baru saja menerbitkan dua regulasi terkait transisi energi, sebagai komitmen penyelamatan generasi yang akan datang. Ikhtiar transisi energi bukan lagi sebuah opsi, melainkan keniscayaan.

Pada pertengahan September lalu, secara hampir bersamaan telah terbit dua regulasi terkait program strategis transisi energi. Pertama, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Batterry Electric Vehicle, BEV) sebagai Kendaraan Dinas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kedua adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik. Regulasi terakhir ini sesuai dengan peran penting sektor ketenagalistrikan, dalam proses pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dua regulasi di atas, diharapkan akan memberi kepastian tentang peta jalan industri BEV dan optimalisasi pemanfaatan EBT (energi baru dan terbarukan). Terbitnya dua regulasi tersebut, tidak bisa dilepaskan dari komitmen Indonesia dalam Kesepakatan Paris 2015 terkait target net zero emission (karbon netral).

Terbitnya dua regulasi dalam waktu hampir bersamaan terkait transisi energi, bisa dibaca sebagai keniscayaan pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam melakukan transisi energi. Ikhtiar dan jejak Presiden Joko Widodo patut dilanjutkan oleh kepemimpinan nasional berikutnya, sebagai komitmen penyelamatan generasi yang akan datang, agar bisa hidup di lingkungan yang bersih dan hijau.

Transisi energi dari berbasis fosil menuju hijau atau bersih, akan menguntungkan semua pihak, karena biaya energi terbarukan menunjukkan tren menurun. Pembangunan rendah karbon akan meningkatkan daya saing, melalui biaya energi yang lebih efisien bagi sektor swasta. Selanjutnya akan menciptakan lebih banyak pekerjaan berkualitas tinggi, meningkatkan keamanan energi, memperluas akses energi yang inklusif, dengan harga terjangkau bagi konsumen.

Perilaku Hemat Energi

Sebagai energi pendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan, EBT sudah menyebar dan diterima lintas sektoral. Dunia sudah berubah, lembaga keuangan seperti bank maupun perusahaan investasi, tidak lagi bersedia mendanai bisnis atau proyek yang berkontribusi pada gas rumah kaca (GRK). Ikhtiar mencapai nol emisi bukan lagi sebuah opsi, melainkan tuntutan yang harus dilakukan kalangan bisnis. Target emisi nol juga kehendak pasar, bahwa produk-produk yang dihasilkan dari industri dipastikan menggunakan EBT.

Sesuai dengan perkembangan mutakhir, industrialisasi dan rantai pasok di masa depan, ditentukan adopsi teknologi dan prinsip ekonomi rendah karbon. Kebijaksanaan industri yang sesuai sangat diperlukan, agar produktivitas ekonomi juga berbasis energi hijau dan berwawasan lingkungan. Faktor produksi berbasis energi bersih harus terus dilanjutkan, ketika faktor alam tidak lagi menjadi input produksi secara keseluruhan, namun bermetamorfosis menjadi berorientasi konservasi.

EBT bisa disebut penanda zaman dalam sebuah peradaban, karena itu membutuhkan proses panjang dan memakan waktu, tidak bisa instan. Selain perlu investasi besar dan padat teknologi, yang juga tak kalah penting adalah kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap energi terbarukan. Saat ini sebagian besar masyarakat masih terlenakan dengan energi berbasis fosil, seperti PLTU (pembangkit listrik tenaga uap). Transisi dari PLTU menuju pemanfaatan energi terbarukan, semisal panel surya, masih membutuhkan proses panjang.

Penghematan energi dan pemanfaatan energi bersih harus menjadi bagian dari gaya hidup, sudah harus disiapkan dari sekarang, mengingat sumber EBT bersifat intermittent (naik turun), beda dengan PLTU misalnya. Hemat energi harus menjadi gerakan bersama. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga seluruh penghuni planet ini.

Gerakan hemat energi bisa dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga. Dengan melihat aktivitas kita sehari-hari, sebenarnya sangat mudah untuk melakukan penghematan energi. Misalnya menggunakan listrik seperlunya, dan mengurangi peralatan yang membutuhkan daya listrik besar di rumah

Sementara dalam lingkup komunitas, kesediaan menggunakan transportasi publik sudah sangat membantu, terlebih sebagian transportasi publik, utamanya di kota besar, sudah memasuki fase elektrifikasi. Menggunakan transportasi publik secara bersama, baik itu kereta, bus, atau moda raya terpadu, selain menghemat bahan bakar, juga mengurangi polusi karbon.

IKN sebagai Role Model

Kebijakan Presiden Joko Widodo tentang pemindahan ibu kota negara (IKN), memiliki sejumlah implikasi, salah satunya terkait sektor energi. Merujuk pada Buku Saku Pemindahan IKN (Bappenas), salah satu frasa yang dimunculkan adalah: IKN dikembangkan dengan 100% clean energy.

Berdasarkan lini waktu, direncanakan pada tahun 2024, Presiden dan sejumlah lembaga negara sudah berkantor di IKN. Momentum yang disiapkan sebagai tonggak adalah, saat upacara Hari Kemerdekaan RI tahun 2024, diharapkan sudah berlangsung di IKN. Artinya setidaknya sampai dua tahun ke depan, saat gelombang pertama perpindahan, harus dipastikan bahwa infrastruktur pendukung berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) benar-benar siap. Peta jalan IKN menuju kota hijau bisa dijadikan role model bagi kota-kota lainnya di negeri kita.

Kita cukup optimistis atas pasokan energi hijau bagi IKN, karena lingkungan yang mendukung. Berdasarkan data yang bisa diakses publik, IKN dikelilingi dengan kawasan yang juga memanfaatkan energi rendah emisi secara optimal. Daerah dimaksud antara lain Samarinda, Balikpapan, Kawasan Industri Muara Jawa, serta dua kabupaten yang wilayahnya langsung bersinggungan dengan IKN, yakni Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara.

Dengan komitmen yang kuat para penentu kebijakan, sekali lagi harus dikatakan, transisi energi adalah keniscayaan. Pada fase ini, perpindahan IKN dan dibarengi dengan pemanfaatkan energi hijau, merupakan momentum bagi keseriusan kita dalam melakukan transisi energi.

Dalam perencanaan pembangunan IKN, kembali merujuk Bappenas, perkiraan anggaran adalah Rp 466 triliun. Kiranya ada anggaran yang memadai untuk membangun infrastruktur pemasok energi hijau, utamanya sektor kelistrikan dan sektor transportasi. Ketika teknologi semakin berkembang dan efisien, kelak biaya pengadaan energi listrik berbasis EBT, akan jauh lebih ekonomis, asumsi seperti ini yang akan dipraktikkan di IKN.

Kehendak politik penentu kebijakan sangat diperlukan untuk melakukan hemat energi, memastikan transisi energi berbasis fosil menuju sumber energi ramah lingkungan, dan memastikan program berjalan sesuai target yang sudah ditetapkan. Sebagai fenomena peradaban, perilaku hemat energi dan pemanfaatan EBT, telah menjadi aksi bersama komunitas internasional, pada berbagai aspek kehidupan. Indonesia berada pada arus besar peradaban ini, sebagaimna tergambar dalam tagline IKN: kota pertama di dunia dengan populasi di bawah satu juta, yang mencapai net zero emission.

Pada fase ini kita kembali diingatkan, bahwa investasi energi hijau bukan soal Indonesia hari ini, namun bagaimana akan berdampak positif bagi generasi mendatang. Saat seabad Indonesia (2045), wacana seperti pengendalian polusi (karbon), pengembangan infrastruktur yang bersih, dan kemampuan beradaptasi perubahan iklim, telah menemukan bentuknya, dan itu telah dimulai di IKN.

Energi hijau IKN dan pengembangan EBT skala nasional merupakan program yang sangat strategis. EBT untuk tenaga listrik bukan sebatas sebagai sarana penerangan, namun juga untuk menunjang kesejahteraan warga, dan lebih jauh lagi sebagai penanda peradaban. Oleh karenanya program penyediaan listrik berbasis EBT wajib dilanjutkan pemerintahan hasil Pemilu 2024 yang akan datang.

Author: Taufan Hunneman

Editor: Totok Subagyo

Sumber: https://investor.id/opinion/316937/kepemimpinan-masa-depan-dan-energi-terbarukan